Newest Post

// Posted by :Unknown // On :Rabu, 27 Maret 2013



Nafsu perempuan itu 9 dan akalnya 1 sedangkan laki laki sebaliknya, nafsunya 1 dan akalnya 9. Ungkapan ini cukup dikenal luas dikalangan umat muslim. Bahkan konon kabarnya berasal dari hadis Rasulullah. Kali ini penulis tidak sempat menelusuri kitab hadis untuk membahas bagaimana sebenarnya kualitas dari hadis ini. Apakah shahih dan bisa dijadikan landasan hukum syara atau dha’if (lemah) sehingga tidak layak. Atau malah ia bukan hadis hanya pernyataan yang disepakati masyarakat muslim saja.
Terlepas dari shahih tidaknya hadis ini, tetap saja memiliki efek dalam realitas keberagamaan dan keseharian muslim. Logikanya kalau memang hadis ini benar, tentu perempuan yang memiliki nafsu 9 akan dengan mudah tergoda dan melakukan berbagai cara untuk melihat dan menundukan lelaki ganteng, sexy dan six pack misalnya. Tapi hal ini sangat langka dalam realitas. Yang kebanyakan terjadi adalah bahwa lelaki lah yang banyak tergoda untuk melihat dan menundukan perempuan yang menarik hatinya. Bahkan sudah menjadi pemahaman yang umum pula bahwa lelaki agresif dan perempuan pasif.
Menurut Mernissi seorang feminis muslim Maroko dalam bukunya Beyond The Veil konsep bahwa nafsu perempuan 9 dan akalnya 1 ini menunjukan bahwa seksualitas perempuan dalam Islam itu bersifat aktif. Dalam buku ini Mernissi mengutip lalu mengkritisi Ghazali bahwa perempuan memiliki kekuatan destruktif dalam sebuah peradaban sehingga harus dikontrol untuk mencegah lelaki melalaikan tugas tugas sosial keagamaanya. Cara pengontrolannya ialah dengan pengucilan, pencadaran dan pemisahan ruang berdasarkan jenis kelamin.
Masalah ini juga dibahas oleh Qasim Amin yang menemukan logika terbalik dalam pemahaman seksualitas tentang perempuan dalam Islam. Qasim Amin mengajukan pertanyaan Siapa dan terhadap apa? Kalau lelaki memiliki akal 9 dan nafsu 1 kenapa pula dikhawatirkan dia tergoda oleh perempuan cantik? Kenapa pula muncul konsep fitnah dalam Islam yang diterjemahkan sebagai kekacauan yang disebabkan oleh gangguan seksual yang ditimbulkan oleh kaum perempuan?. Qasim Amin mempertanyakan siapa sebenarnya yang dilindungi dengan cara pemingitan?
“jika yang ditakutkan lelaki adalah bahwa perempuan tergoda oleh daya tarik kejantananya, mengapa mereka tidak menerapkan cadar bagi diri mereka sendiri? Apakah lelaki berfikir bahwa kemampuan mereka untuk melawan godaan lebih lemah dari perempuan? Apakah lelaki dipandang kurang mampu dari perempuan untuk menguasai diri mereka dan menolak dorongan seksualnya? Dengan mencegah perempuan untuk memperlihatkan diri mereka tanpa cadar memperlihatkan ketakutan lelaki akan kehilangan penguasaan terhadap akal sehat mereka, sehingga mudah terjatuh kepada perangkap fitnah, kapan saja mereka dihadapkan dengan perempuan yang tidak bercadar. (Qasim Amin, The Liberation of Women, 1928:65)
Kesimpulan Qasim Amin jika lelaki adalah mahluk yang lemah bila berhadapan dengan perempuan cantik maka seharusnya kelompok yang lemah inilah yang harus dilindungi dan merekalah yang seharusnya menutupi dirinya (bercadar? hehehehe). Beberapa alasan perempuan tidak boleh mempimpin dalam ritual keagaamaan dalam Islam juga terkait bahwa tubuh perempuan akan mengganggu konsentrasi dalam beribadah. Kenapa melihat perempuan sebagai mahluk sensual kalau begitu? Bisakah melihat perempuan dengan netral? Jadi siapa sebenarnya yang bermasalah?
Penulis jadi teringat perkataan para aktifis perempuan di Indonesia terkait rok mini yang mengatakan bahwa yang perlu diurusi adalah otak para lelaki yang mesum dan ngeres karena kalau otaknya lempeng dan ajeg, dia tidak akan mau mengganggu perempuan apalagi memperkosa. Karena bagi manusia yang memiliki otak yang ajeg, tidak dibenarkan melakukan kekerasan dan pemaksaan terhadap manusia yang lain. Bagi manusia yang memiliki otak ngeres dan bengkok meski perempuan sudah dibungkus rapi (emang lontong?) bila memang berniat memperkosa ya dia akan melakukannya. Berapa banyak perempuan berbusana rapi dan berjilbab yang juga jadi korban perkosaan. Artinya yang substansial bukan pada rok mini atau busana tertutupnya melainkan konsep seksualitas yang ada dalam kepala setiap lelaki dan perempuan.
Pemahaman yang menyalahkan otak mesum dan bengkok lelaki seolah benar, namun apakah mudah memperbaiki sesuatu yang berada di luar diri kita (perempuan) sebagai upaya mencegah tindak kekerasan seksual? Padahal konsep seksualitas bahwa lelaki mendominasi dan perempuan didominasi sudah berurat akar sepanjang sejarah manusia? Menurut hemat penulis, selain mengurusi dan mencoba mengubah konsep seksualitas yang ada, usaha perlindungan diri dengan memakai pakaian santun, tidak keluar di jam jam yang rawan sendirian kecuali untuk hal yang sangat urgent masih harus dilakukan. Berpakaian santun juga bukan sebuah kerugian bagi seorang perempuan bukan?
Seksualitas memang tidak melulu tentang aktifitas seksual. Ia merupakan konsep dan kontruksi sosial terhadap nilai dan perilaku yang berkaitan dengan seks, maka konsep seksualitas akan berbeda menurut tempat dan waktu. Perbedaan ini bukan hanya dalam makna seksualitas antar kebudayaan, tetapi juga dalam pemaknaan yang ada dalam budaya itu sendiri. Hal ini dalam penuturan Saptari sebagaimana yang dikutipnya dari Truongh karena diskursus seksualitas mengatur tiga dimensi kehidupan manusia.
Pertama, dimensi biologis yaitu yang menyangkut kegiatan seks sebagai kenikmatan biologis atau untuk mendapatkan keturunan. Kedua, dimensi sosial yang meliputi hubungan-hubungan antara individu yang melakukan hubungan seks secara sah atau tidak sah (menurut ukuran masyarakat yang bersangkutan). Ketiga, dimensi subjektif yang berhubungan dengan kesadaran individu terhadap seksual diri sendiri atau kelompok (Truongh, Thanh-Dam, Seks, Uang dan Kekuasaan : Pariwisata dan Pelacuran di Asia Tenggara, 1992: xxiii)
Dengan batasan yang begitu luas, seksualitas menjadi sebuah diskursus yang menyangkut perilaku jenis kelamin sekaligus sebagai seperangkat gagasan yang membentuk norma. Keduanya saling berhubungan satu sama lain. Pemahaman seksualitas perempuan yang aktif dalam Islam sehingga dihawatirkan terjadi destruksi dalam sebuah peradaban karena fitnah perempuan mengakibatkan tubuh perempuan dikenai aturan aturan yang ketat merupakan sebuah logika terbalik. Kenapa hal ini terjadi? karena para penafsir, ulama, cendekiawan hampir semua berjenis kelamin lelaki dan tentu saja alam bawah sadarnya berkerja untuk kepentingan jenis kelamin ini. Karenanya bagi kaum perempuan, mari menulis agar pengalaman dan pengetahuan kita bisa jadi sumber pengetahuan dan bisa memberi wacana lain agar kehidupan ini lebih seimbang.

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

// Copyright © @_Nuerhaliezah //Anime-Note//Powered by Blogger // Designed by Johanes Djogan //